KEYWORD : Asuransi Terbaik, Asuransi Aliianz Indonesia, Asuransi Jiwa dan Kesehatan, Asuransi kesehatan terbaik, Asuransi perjalanan, Tabungan asuransi kesehatan, Asuransi jiwa terjangkau, polis asuransi jiwa murah, Investasi dalam Asuransi, Produk Asuransi Jiwa Syariah, Asuransi Bebas Rencana FWD, Asuransi Jiwa Syariah Terbaik, Daftar harga sepatu safety krusher,jual beli rumah, rumah bagus, ansuransi rumah, motor , mobil, mobil mewah, toyota , honda , credit card, kartu kredit
Gelar pejuang memang identik dengan mereka yang berada di garis depan peperangan. Namun, jika menyebut nama Burhanuddin Mohammad Diah, sosok tersebut juga pantas mendapat gelar pahlawan. Mungkin namanya tak sepopuler Diponegoro atau Soedirman, namun sejatinya hingga akhir hayatnya, B.M. Diah terus berjuang dengan pemikiran-pemikirannya yang bermanfaat untuk Negara.
Perjuangan tersebut mungkin yang paling jarang disadari. Namun, percaya atau tidak, tokoh B.M. Diah memiliki peran yang begitu besar dalam penyebaran kemerdekaan Indonesia hingga ke pelosok negeri. Seperti apa sebenarnya figur yang telah menyampaikan pesan kemerdekaan ini? Berikut ini adalah sekilas tentang sosok pahlawan yang harusnya dikenal masyarakat Indonesia. LIHAT HALAMAN SELANJUTNYA UNTUK LEBIH DETAIL SIMAK KISAHNYA. 1.Cinta Indonesia, B.M. Diah tidak mau menjadi murid pengajar Belanda
B.M. Diah dulunya semepat bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School. Namun, ia merasa tidak senang ketika harus menempa pendidikan dengan pengajar orang Belanda. Ia pun memutuskan untuk pindah ke Taman Siswa di Medan. Hingga berusia 17 tahun, B.M. Diah pun pergi ke Jakarta untuk belajar di Ksatrian Institut.
Di sekolah tersebut pula ia belajar jurnalistik dan menjadi wartawan yang handal. Meski saat itu ia tidak memiliki biaya, namun tekatnya untuk belajar membuat gurunya, Dr. EE Douwes Dekker merasa iba dan akhirnya mengizinkannya tetap belajar, sekaligus menjadi seorang sekretaris di sekolah.
2.Pernah bekerja di Radio Hosokyoku di bawah kendali Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, Diah pernah bekerja sebagai penyiar siaran berbahasa Inggris di Radio Hosokyoku. Selain itu, di saat yang bersamaan ia juga bekerja di Asia Raja. Namun, hal itu diketahui pihak Jepang. Kesal dengan kenyataan itu, Jepang pun menjebloskan Diah ke penjara selama empat hari.
Hikmah yang bisa dipetik Diah adalah, ia bertemu dengan Herawati selama bekerja dengan Jepang. Seorang penyair lulusan jurnalistik dan Sosiologi di Amerika Serikat yang kemudian menjadi pendamping hidupnya. Pada tanggal 18 Agustus 1942, mereka pun akhirnya menikah. Resepsi pernikahan tersebut juga dihadiri oleh presiden Soekarno. 3.Proses dan Penyebarluasan Proklamasi Kemerdekaan
Penyebaran berita proklamasi tersebut berawal dari pesan Drs. Moh. Hatta kepada B.M. Diah, yang saat itu turut hadir dalam perumusan teks proklamasi. Pada tanggal 16 Agustus 1945, teks proklamasi telah selesai dirumuskan. Para pekerja radio pun terus menyiarkan tentang berita kemerdekaan.
Namun, Jepang berusaha untuk meralat berita itu, hingga akhirnya kantor berita tersebut disegel. Upaya Jepang ternyata tidak menyurutkan B.M. Diah dan rekan-rekannya untuk terus menyebarkan berita proklamasi dengan mencetak pamphlet, dan juga surat kabar seluas-luasnya, bahkan sampai ke pelosok Indonesia.
4.Menaklukkan Percetakan Jepang
Pada bulan September 1945, setelah diumumkannya Proklamasi Kemerdekaan, Jepang memang masih banyak di Indonesia. Pada bulan tersebut, B.M. Diah dan beberapa rekannya memutuskan untuk mengangkat senjata dan berusaha merebut percetakan “Djawa Shimbun” yang menerbitkan Harian Asia Raja.
Meski awalnya sempat ketar-ketir, mengingat pasukan Jepang yang bersenjata, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pihak Jepang yang menjaga percetakan tidak melakukan perlawanan, bahkan mereka menyerahkan percetakan pada B.M. Diah dan teman-temannya.
5.Penghargaan dan akhir hayatnya
Berkat jasanya, Diah pun menerima Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Soeharto pada 10 Mei 1978. Ia juga meraih penghargaan berupa medali perjuangan angkatan 45 dari Dewan Harian Nasional Angkatan 45 pada 17 Agustus 1995.
Namun pada 10 Juni 1996, Diah mengembuskan napas terakhir akibat penyakit stroke. Menurut penuturan istrinya, hingga saat terkakhir, Diah masih terus bekerja. Herawati mengatakan jika suaminya adalah wartawan nasionalis sejati yang mementingkan Negara.
Meski tak banyak mengangkat senjata dan berada di jalur depan pertempuran melawan penjajah, namun jasa-jasa yang diberikan B.M. Diah pada Negara memang tak main-main. Tanpa adanya perjuangan Dian dan rekan-rekannya, berita kemerdekaan mungkin tak akan diketahui masyarakat tempo dulu. Semoga semangat B.M. Diah dalam mencintai Negara dan berkarya menjadi warisan generasi muda masa kini.
sumber : boombastis.com